Review Webinar Innerchild

 Pernah ga temen-temen merespon suatu stimulus tertentu dgn respon yg tanpa kita sadari, justru merugikan orang lain dan bahkan diri kita sendiri? Kita cenderung reaktif dan seakan2 terhack, emosi tak terkontrol, dan akhirnya, kita menyesalinya di akhir.


Pernah juga ketika melihat postingan medsos teman ttg pencapaian2 hidup mereka, ada terbesit rasa iri, auto membandingkan diri sendiri sama orang lain, merasa inferior, mengatakan "yah, da aku mah apa atuh", dan kita memutuskan untuk menggunakan banyak topeng, mengira sptnya dgn cara ini, aku bisa di terima sama semua orang, kita ga mau menerima secara objektif diri kita ataupun orang lain, sering melakukan penyangkalan-penyangkalan, dan selalu merasa kurang, merasa ga cukup, dan merasa ga bermakna dalam hidup.

Dalam hubungan dgn orang lain pun, kadang ga punya batasan yg jelas, terlalu mengintervensi dan membiarkan terlalu diintervensi, ada juga yg sulit sekali menerima perbedaan sikap, keyakinan dan perilaku yg berbeda. Dan pada kasus lain, justru ada juga yg terlalu posesif, ketakutan kehilangan orang lain, seakan-akan kita sebagai pemilik hak atas pikiran, perasaan dan perilaku orang lain.

Bahkan kita ada juga yg sok2an ingin jadi pahlawan, memaksa orang lain berubah, dgn dalih demi kebaikan orang tsb, tapi cara dan metodenya pun bukan menumbuhkan kesadaran, justru pemaksaan, tapi anehnya, di sisi lain, kita selalu mendambakan dan meminta orang lain untuk selalu menolong, menyelamatkan, membahagiakan kita, yg dimana ketika kita mengalami keterpurukan, kita fokus menyalahkan mereka knp ga bisa jd pahlawan yg baik untuk kita, seakan2 tanggungjawab ttg diri kita, sepenuhnya di serahkan pada orang lain, ga mau menerima fakta bahwa kebahagiaan itu pada dasarnya ya di mulai dr diri kita, bgmn kita berusaha mendapatkannya, ga bisa kita malah menumpahkan kesalahan pada orang lain.

Yaa... Saya akui, saya pun pernah mengalami hal2 tersebut, kadang bertanya-tanya ada apa dengan saya? Ada waktu ketika kita sadar, melihat respon-respon kita kok spt sedang di bawah kendali diriku yg lain?

#reviewwebinar
@psylution
@reisqita

Dari webinar yg sy ikuti dari @psylution dan Kak @reisqita ternyata memang kebanyakan dari kita, seorang yg dewasa cenderung mengabaikan innerchild dan tanpa sadar justru menggunakan kacamata innerchild dlm merespon stimulus yg terjadi.

Wah, apa sih innerchild itu??

Ya, respon2 yg sy katakan tadi, bisa jadi itu adl suatu manifestasi dr innerchild kita yg terluka... innerchild itu adl suatu kepribadian yg terbentuk di alam bawah sadar kita dari pengalaman baik positif maupun negatif di saat masa kecil kita, dominannya saat umur 2-6 tahun, tp memungkinkan juga umur di atas itu.

Tapi, dari kita kebanyakan justru lupa detil pengalaman2 tsb, ya karena memang dia tersimpan di alam bawah sadar, di saat umur kita lebih dominan di gelombang theta, dimana kita belum punya kemampuan kognitif yg mumpuni untuk bisa memfilter ini stimulus yg baik atau buruk, blm bisa menilai benar atau salah, semua kita simpan di bawah sadar kita...

Di saat kita masih anak-anak, spt anak-anak pada umumnya, kita memiliki kebutuhan dasar psikologis -bukan hanya fisik- seperti perasaan aman, perasaan diterima, dihargai, dicintai, didengarkan, dimengerti, divalidasi perasaannya, didukung, disemangati, kebutuhan bebas berekspresi, tidak takut melakukan kesalahan, tidak hidup dlm nuansa ketakutan akan hukuman, ancaman, atau kemarahan, kebutuhan bisa bermain dan belajar dengan tenang dan sebagainya.

Bila tangki kebutuhan kita itu cukup terisi dengan baik saat masih kecil, sudah terpuaskan, maka tidak akan ada banyak masalah saat kita dewasa. Nah, ketika saat ini, kita mengalami beberapa masalah SPT yg sy sampaikan di depan, bisa jadi, tangki cinta kita itu masih belum puas, innerchild kita masih terus meminta di penuhi.

Sampai sini, mungkin temen2 yg membaca ada yg bergumam, waah kalau tangki cinta kita pas masih kecil itu blm terpenuhi, bisa kita simpulkan ada yg salah dgn orang tua atau pengasuh kita dulu, mereka ga mampu memberikan yg terbaik buat kita, ga bisa memenuhi apa yg kita butuhkan. Bisa dikatakan, berarti mereka melakukan kesalahan, mereka itu bisa jadi toxic parent dong.

@psylution @reisqita

Dan kita pun mulai ada rasa menyalahkan, membenci, bahkan ada rasa dendam dan ingin membalas orang tua atau pengasuh kita dgn hal yg keliru, misal ga mau lagi bertemu mereka, menempatkan di panti jompo tanpa di pedulikan, kita perlakukan mereka sekarang spt mereka memperlakukan kita dulu yg mungkin kurang bisa mendengarkan kita, menerima, mencintai dsb.
Menurutmu, apakah itu yg sebaiknya di lakukan? Apakah dgn menjudge orang tua toxic parent dan membalas dendam pada merek sbg solusi berdamai dan memenuhi kebutuhan Innerchild kita?

Jd dr webinar yg ku ikuti ini, bukan cara kita mengotak atik orang tua kita, apa itu balas dendam atau memaksa mereka memperbaiki pola parenting mereka, maksa mereka harus jadi orang tua yg baik menurut kita, maksa mereka jadi harus dengerin kita, maksa mereka ga jadi dominan dsb, bukan.... Kalau pun mau, bisa kita berikan mereka edukasi, tapi ya itu kalau mereka berubah ya itu bonus. Bukan kewajiban kita untuk bisa mengatur secara paksa sikap mereka.

Justru, yg bisa melakukan parenting terhadap diri kita, ya diri kita sendiri, karena faktanya, kita sekarang udah dewasa, bukan? Kita lah yg berkuasa atas keputusan pikiran, perasaan dan perilaku kita, baik terhadap orang lain, maupun diri kita sendiri. Ya, kita lakukan REPARENTING. Hm...apa kah itu bisa kita lakukan dalam semalam? Langsung tangki kebutuhan Innerchild kita penuh dan terisi dengan baik? Ya..mungkin ada juga yg bisa seperti itu, Krn skill dia dlm mereparenting innerchild nya udah skill dewa. Tapi ya itu jarang sekali terjadi. Semua butuh proses, proses itu butuh waktu, persiapan dan perjuangan. Spt di cover Ppt di webinar ini, Healing the innerchild : A Journey to Recovery. Ya, untuk menyembuhkan innerchild yg terluka, adalah sebuah perjalanan. Bukan sihir bukan magic, yg sim salabim, langsung tiba2 selesai.

Nah, tinggal pertanyaan nya : mau kah kita melakukan perjalanan tersebut, maukah bermandikan peluh melakukan persiapan dan perjuangan sepanjang jalan itu? Atau kah kita mau stuk, dgn mindset tradisional yg mengatakan, kalau saya spt ini, ya udah akan SPT ini selamanya, orang lain lah yg harus maklum, saya orangnya SPT ini, titik. Sy orang yg membawa luka, innerchild sy terus2an meminta kebutuhannya, bahkan kita tiadakan dia, seolah2 dia berteriak pun, kita tutup telinga, dan kita akhirnya selalu mengulangi loop, lingkaran yg sama. Ya, mau pilih mana?

Tapi, ya, ingatlah, ketika kita berhasil healing, innerchild kita bisa merasa nyaman, kebutuhannya terpenuhi, kita akan merasakan perbedaannya. Kita akan merasa diri kita akan jadi lebih ringan, nyaman dan bisa menjalani hari ini, esok seterusnya jadi lebih baik.

Yg baca sampai sini, terimakasih, sudah memilih untuk memulai perjalanan penyembuhan innerchild. Sy akan coba ceritakan lagi bgmn teknis healing the innerchild yg sy pahami dari webinar bersama @psylution @reisqita. Dlm seminar ini, di sampaikan caranya secara praktis, kita diberikan alatnya, dan kita bisa lakukan, baik sendiri, maupun di bantu bersama profesional.

Oke, Healing the Innerchild, pada dasarnya, KITA SECARA PRIBADI lah yg memenuhi kebutuhan Innerchild kita. Sekali lagi, bukan kita memaksa orang lain (orangtua kita) melakukannya.

Tentu sebelum memenuhi kebutuhan Innerchild, kita harus tau dan paham benar secara utuh, kebutuhan Innerchild kita apa. Bgmn cara kita mengetahui nya?

Sebaiknya untuk tahap awal2 kita perlu di dampingi orang lain, bisa orang terpercaya, lebih baik lagi sama yg profesional, spt psikolog, di awal, kita perlu mendengarkan dan berbicara sama innerchild kita. Kita siapkan dua kursi, kursi satu kita duduki, dan yg satunya lagi di biarkan kosong. Lalu, kita sediakan waktu khusus yg tidak membuat kita terburu2 Krn ada acara atau kegiatan lain, terus kita duduk di kursi dgn senyaman mungkin, suasana di ruangan pun nyaman, dr pencahayaan, suhunya, suara, bisa pakai musik relaksasi, bisa juga nyalakan aroma therapy..oh ya, usahakan pakaian yg kita pakai pun nyaman ya... Kita mulai meditasi, fokuskan pikiran ke satu titik, semisal pada pernafasan kita, sebaiknya gunakan pernafasan perut, hitung 4 hitungan tarik nafas, 2 hitungan tahan nafas, 4 hitungan hembuskan, bisa juga hitungan 6-3-6. Lakukan serileks mungkin.... Tapi tetap jaga kesadaran, jgn sampai terlelap ya.

Lalu, kita coba ingat2 kejadian dan peristiwa2 netral atau positif, detail bgmn kondisinya saat itu, warna baju nya, suasana rasanya, aroma, sentuhan, kita ingat semua, perasaan2 positif dulu yg menjadi awalan...kita nikmati itu dulu untuk awal..

Ketika sudah lebih dalam, kita coba masuk dlm memori yg detil mengenai pengalaman2 negatif, Bgmn rasa sakitnya di tubuh kita, perasaan kita saat itu, semua visualisasinya, apa yg kita lihat, sentuh, dengar... Kita benar2 rasakan... Di saat ini, kita lakukan katarsis, semua kita keluarkan, boleh menangis, teriak,

memukul barang empuk spt bantal, dsb. Saat spt ini, sebaiknya di dampingi, agar emosinya tidak terlalu kuat atau berlebihan, yg akhirnya kurang fokus ke penyembuhannya.
Saat proses ini, diri kita yg dewasa coba tanyakan pertanyaan ttg apa yg orang lain ingin perbuat terhadapmu, apa yg ingin di berikan untukmu? Misal, ingin di mengerti, di apresiasi, di validasi emosi, atau apa... Coba tanyakan... Dan ketika innerchild kita menjawab, kita keluarkan semua keinginan, kebutuhan Innerchild kita ini apa, semua kita sampaikan, utarakan, hal2 yg mungkin saat dulu, kita takut menyampaikan nya.

Kita bayangkan ada diri kita waktu kecil duduk di depan kita, bayangkan ia sedang mengungkapkan semuanya... Lalu kita katakan "(nama kita) kecil, aku bisa merasakan perasaanmu, saat peristiwa itu, yg kamu rasakan ini ini ini ya... Iya, aku paham dan tahu, kamu terluka, kamu sampai saat ini sudah mengalami banyak hal, kamu selama ini sudah banyak melakukan pengorbanan ya... (Intinya di awal ini, kita memvalidasi perasaan dan kondisi innerchild kita)" "maaf ya, waktu itu aku belum bisa melindungimu, maaf ya... Tapi sekarang berbeda, aku sudah dewasa, apa yg bisa aku lakukan untukmu?" (Kita tanyakan ttg apa sebenernya kebutuhann innerchild kita)

Lalu, kita pindah ke kursi yg satunya, kita bayangkan kita jadi diri kita waktu kecil itu, katakan "aku ingin..... Aku butuh ...." Sampaikan semuanya, tak perlu di tahan.... Walaupun ada sebersit perkataan ih ini keinginan yg ga masuk akal, misal.. ga papa, teruskan aja, kebutuhan Innerchild kita itu apa..

Nah setelah itu, bisa juga kita gunakan teknik menulis surat, kita surat2an sama diri innerchild kita.

Lalu, setelah kita benar2 memahami kebutuhan dasar innerchild kita, maka yg perlu kita lakukan selanjutnya adl REPARENTING. Kita jd orang tua nya innerchild kita. Jadilah orangtua yg bijaksana yg benar2 bisa mengasuh, memenuhi kebutuhan Innerchild kita dengan baik.

Kita katakan pada innerchild kita misal "terimakasih selama ini kamu mengalami hal2 berat, namun tetap bisa bertahan hingga saat ini, aku bangga padamu" "terimakasih sudah berjuang, aku tdk akan menyia-nyiakan pengorbananmu", "aku mengerti perasaanmu, ini sangat tidak enak, mari kita melaluinya pelan2", "tidak apa2 kok merasa sedih, takut, sekarang ada aku disini untuk melindungimu", "melakukan kesalahan itu wajar, merasa gagal saat ini, wajar, bukan berarti ada yg tidak beres denganmu", "bagaimana pun kondisimu, aku tetap mencintaimu, kita bisa perbaiki ini sama2" dan kalimat2 bernuansa positif lainnya

Untuk melakukan REPARENTING ini, perlu kita persiapkan, kita siapkan skill2 spt mindfullness, emostional regulation , empati, self compassion, dan positif self talk.

oke, demikian pemahaman dan riview materinya. Smg bermanfaat. Terimakasih

Comments

Popular posts from this blog

Kangen Uwa

Hobi Belanja

Penyaluran EMOSI